Kulitnya putih bersih, cantik seperti boneka barbie dan senyumnya
selalu seadanya. Itulah Amina, seorang gadis Chechnya yang sering
mengunjungiku saat aku tinggal di Moskow, Rusia. Amina berambut pirang
dan sangat suka mendesain pakaian. Memang cita-citanya adalah menjadi
desainer terkenal. Padaku dia mengungkapkan betapa cintanya dia pada
bidang itu, bahkan semua baju-bajunya di disainnya sendiri sedangkan
yang menjahitkannya i ibunya.
Usianya masih belia saat itu, 15 tahun, namun jangan dibayangkan
tampilannya seperti gadis remaja Asia. Amina memiliki postur yang tinggi
semampai, bahkan aku pun tak menyangka jika usianya saat itu masih 15
tahun. Karena pembawaannya yang begitu dewasa dan matang. Bisa terlihat
seperti gadis remaja hanya saat di kuledeki bahwa dia sudah siap
dinikahkan, saat itu sikapnya akan berubah manja dan cemberut.
Aku kenal Amina karena kakaknya adalah sahabat suamiku. Walaupun pada
akhirnya keluarga mereka sudah bagaikan keluargaku sendiri selama
tinggal di negeri dingin itu. Amina adalah anak ke-3 dari 5 bersaudara.
Kakaknya bernama Muhammad dan Madina sedangkan 2 adiknya adalah Tamara
dan Ibrahim.
Amina berasal dari Kota Ingusethia yang berada di selatan Chechnya.
Karena kecintaannya pada bidang fashion, Amina juga pernah menjadi model
pakaian hasil rancangan salah satu tantenya, yang memang seorang
perancang di Moskow. Tapi dia tak pernah mau menunjukkan foto
peragaannya kepadaku, malu katanya. Pada akhirnya, aku melihatnya di
salah satu situs fashion rusia dan fotonya terpampang jelas dengan
gayanya yang percaya diri. Saat kuceritakan, mukanya berubah merah jambu
dan menyuruh aku tak menceritakannya pada orang lain. Aku tersenyum.
Moment itulah yang selalu kujadikan bahan bercandaan jika berjumpa
dengannya namun dia tak pernah marah.
Tak terasa, sudah 5 tahun kami menetap di negeri Stalin itu. Lalu
kami memutuskan hijrah karena suami ingin meneruskan sekolahnya di
negeri lain. Amina ternyata ikut sedih.Amina datang ke rumah dan banyak
membantu mengepak barang yang akan kami bawa. Keluarganya juga
mengundang kami makan malam beberapa hari sebelum berangkat. Sebagai
tanda penghormatan, kami datang sekeluarga. Saat kami datang, aku tersentak dan haru. Amina muncul membukakan
pintu dengan mengenakan jilbab hijau toska yang beberapa hari sebelumnya
kuhadiahkan untuknya sebagai kenang-kenangan. Dia berlari menghambur ke
pelukanku dan berkata apakah dia pantas menjadi muslimah yang baik. Ku
usap kepalanya dan kukatakan tiada yang lebih pantas daripada seorang
wanita muda yang suka fashion memilih untuk berjilbab. Subhanallah,
kulihat aura wajahnya begitu memukau dan semakin cantik. Aku menangis
bahagia, apalagi setelah dia mengatakan takkan melepaskan jilbabnya.
Ya, Allah… hadiah hijrah itu begitu besar buatku. Aku bermaksud menjilbabkan seorang gadis muda yang fashionable.
Aku hanya berusaha menyayanginya seperti adikku sendiri. Ternyata Allah
menyelipkan sebuah keberkahan dari jalinan silaturahim itu dan aku
hanya bisa mengucap alhamdulillah. Allah selalu memberikan lebih dari
setiap kebaikan yang kita niatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar